Penulis: Dr. Pramono
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas dan
Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) Komisariat Sumatera Barat
Semboyan search and save ‘cari dan selamatkan’ lahir sebagai satu semangat di kalangan peminat dunia pernaskahan di Fakultas Sastra (sejak 2010 berganti menjadi Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Andalas sekitar 2008. Mereka, begawan pernaskahan yang tergabung dalam Kelompok Kajian Poetika—M. Yusuf, Yusriwal (alm.), Zuriati (alm.), dan Adriyetti Amir (alm.)—menginisiasi semboyan itu sebagai reaksi terhadap kondisi khazanah naskah yang tersebar di berbagai tempat di Sumatera Barat. Kondisi khazanah naskah yang telah mereka ditemukan hampir serupa: sebagian besar rusak dan tidak dirawat.
Hingga kini, semboyan search and save masih terus menjadi elan bagi mereka yang bergiat dalam pelestarian naskah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Kegiatan inventarisasi, digitalisasi, dan restorasi naskah-naskah Minangkabau masih terus berlangsung hingga sekarang. Puluhan skriptorium telah ditemukan dengan seribuan naskah yang sudah didigitalkan pula. Sayangnya, baru sebagian kecil naskah yang telah direstorasi bahan fisiknya. Hal ini karena memerlukan sumber daya yang jauh lebih besar dibandingkan penyelamatan kandungan isi naskah melalui digitalisasi.
Pengalaman pertama misi penyelamatan naskah Minangkabau melalui digitalisasi dilakukan terhadap koleksi peninggalan Kesultanan Inderapura pada 2003. Setelah itu, perburuan dan penyelamatan naskah-naskah Minangkabau, kemudian, diperluas menjadi pencarian, penyediaan, dan penyelamatan, baik fisik maupun isinya. Dari dalam negeri, Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatra Barat pun misalnya, kemudian ikut serta memberi perhatian terhadap kerja ambisius ini. Pada sisi yang lain, penelusuran tentang keberadaan naskah—kondisi dan lokasinya—ini tetap sangat penting karena hingga kini pun terbukti masih banyak naskah yang masih berada di tangan masyarakat dan tersebar di berbagai penjuru wilayah Minangkabau. Berbagai kegiatan penelusuran dan pendigitalan naskah Minangkabau tersebut telah mempunyai pengaruh baik kepada masyarakat; memberi pengaruh terhadap tumbuhnya kesadaran mereka akan perlunya menyelamatkan naskah-naskah yang tersebar di berbagai tempat di Sumatera Barat.
Dua dasawarsa pengalaman penelusuran ke berbagai tempat di Sumatera Barat, semakin menepis keraguan M. Yusuf (1994) apakah masyarakat Minangkabau memang benar memiliki tradisi menulis. Keraguan ini muncul, terlebih-lebih, karena sebagian besar teks yang terdapat di dalam manuskrip yang berasal dari Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) dan di beberapa perpustakaan lainnya di Eropa masih dapat ditemukan di dalam tradisi lisan. Teks-teks tertulis itu masih hidup dan tetap dapat didengar melalui tukang kaba, tukang sijobang, tukang hikayat, tukang indang, tukang rebab, tukang dendang, dan tukang-tukang selawat. Bahkan, M. Yusuf (1994) menduga bahwa teks-teks keagamaan pun masih dapat ditemukan di dalam “tradisi lisan” di wilayah Minangkabau melalui guru-guru tarekat yang jumlahnya tidak sedikit.
Namun, keraguan itu mulai mereda pada tahun 2006, ketika terbit Katalogus Manuskrip dan Skriptorium Minangkabau oleh The 21st Century Centre of Excellence Programme, dari Tokyo University of Foreign Studies, Jepang. Katalogus tersebut memberikan bukti yang membangkitkan semangat, menunjukkan bahwa naskah-naskah Minangkabau masih ada dan dapat ditemukan. Lebih lanjut, bukti nyata akan keberadaan naskah-naskah itu di tengah masyarakat diakui melalui Project Report EAP 144, The Digitisation of Minangkabau’s Manuscripts Collection in Suraus, yang dilaksanakan oleh Zuriati dan M. Yusuf pada tahun 2008. Proyek tersebut mendapat dukungan penuh dari British Library, London, melalui Endangered Archives Programme. Bahkan, upaya serupa dilakukan oleh Irina Katkova & Pramono (2009 dan 2011), yang berhasil menyebutkan ratusan lagi khazanah naskah Minangkabau, semua ini berkat dukungan dari sponsor yang sama, memberikan sinar harapan akan keberlangsungan warisan budaya yang berharga ini.
Setelah itu, kegiatan pelestarian dan penyelamatan khazanah naskah Minangkabau masih diramaikan dengan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Badan Bahasa, dan Lektur Keagamaan. Sayangnya, keduanya tidak berlangsung lama, sementara koleksi naskah yang baru masih saja terus ditemukan.
Beruntung ada program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA). Program ini dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia, bekerja sama dengan Centre for the Study of Manuscript Cultures (CSMC), University of Hamburg, Jerman, atas dukungan dari Arcadia Fund, lembaga filantropi asal London, Inggris, yang mendukung pelestarian warisan budaya, lingkungan, dan peradaban dunia. Sejak 2019-2023, melalui kegiatan DREAMSEA ini telah berhasil mendigitalkan 783 bundel naskah dengan jumlah digital mencapai 113.138 lembar naskah.
Kegiatan pelestarian khazanah naskah kuno masih berlanjut dan lebih luas lagi dengan melakukan pengembangan dan pemanfaatan iluminasi naskah kuno menjadi batik khas Minangkabau (Pramono, . Adapun produknya tidak hanya terbatas pada kain batik, usulan ini juga akan diperluas ke berbagai produk tekstil lainnya. Potensinya sangat besar mengingat jumlah iluminasi naskah Minangkabau yang cukup signifikan. Sampai saat ini, telah dikembangkan sekitar 300 desain motif batik dan produk tekstil lainnya yang bersumber dari iluminasi naskah kuno Minangkabau (semuanya terdaftar dalam kategori Hak Cipta dan Desain Industri).
Upaya pelestarian, penyelamatan, pemanfatan, dan pengembangan naskah-naskah kuno di atas akan memberikan citra baik bagi bangsa ini. Hal ini karena salah satu indikator kemajuan sebuah bangsa adalah kerapian sistem pengarsipan dokumen-dokumen yang menyangkut perjalanan sejarah bangsa itu. Selain itu, usaha pengembangan dan pemanfaatan iluminasi manuskrip Minangkabau untuk pengayaan desain motif kain merupakan usaha memaksimalkan pemajuan kebudayaan. Usaha ini sangat sesuai dengan tuntutan peradaban saat ini, yakni peradaban yang dikenal dengan Era Ekonomi Kreatif. Peradaban yang memberi peluang warisan budaya sebagai deposit ‘mata tambang’ baru yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan hari ini dan masa yang akan datang.
Daftar Bacaan
Katkova, Irina & Pramono. 2009. “Endangered Manuscripts of Western Sumatra: Collections of Sufi Brotherhoods”. (Laporan Penelitian pada Programme Endangered, British Library, London).
Katkova, Irina & Pramono. 2011. “Endangered manuscripts of Western Sumatra and the province of Jambi. Collections of Sufi brotherhoods”. (Laporan Penelitian pada Programme Endangered, British Library, London).
Pramono. 2018. Potensi Naskah-Naskah Islam Minangkabau untuk Industri Kreatif sebagai Pendukung Wisata Religi Ziarah di Sumatera Barat. IBDA: Jurnal Kajian Islam dan Budaya, 16(2), 328-349
Yusuf, M. (Penyunting). 2006. Katalogus Manuskrip dan Skriptorium Minangkabau. Tokyo : Centre for Documentation and Area-Transcultural Studies, Tokyo University of Foreign Studies.
Zuriati & M. Yusuf. 2008. “The Digitisation of Minangkabau’s Manuscript Collections in Suraus”. (Laporan Penelitian pada Programme Endangered, British Library, London).
Yusuf, M. 1994. “Persoalan Transliterasi dan Edisi Hikayat Tuanku Nan Muda Pagaruyung (Kaba Cindua Mato)”. Thesis. Depok : Pascasarjana Universitas Indonesia.