Penulis: Dr. Ravidho Ramadhan
Peneliti Laboratorium Fisika Atmosfer, Departemen Fisika, Universitas Andalas
Pulau Sumatra, dikenal dengan pola iklim yang kompleks, akibat dari interaksi berbagai faktor. Memahami dinamika curah hujan di Sumatra penting, tidak hanya untuk riset ilmiah tetapi juga bagi bidang lain seperti pertanian, manajemen sumber daya air, dan kesiapsiagaan bencana. Kemajuan teknologi satelit baru-baru ini, khususnya misi Global Precipitation Measurement (GPM), telah memberikan beberapa wawasan baru terkait curah hujan Sumatera. Dalam sebuah artikel oleh Marzuki dkk (2021), telah dijelaskan siklus diurnal curah hujan Sumatera menggunakan data rain gauge. Penelitian ini diperkuat dengan data GPM pada dua publikasi berikutnya yaitu Marzuki dkk. (2022, 2024). Ketiga artikel sebelumnya, hanya membahas distribusi spasial curah hujan permukaan. Pada tahun 2024, dalam artikel terbaru (Yusnaini dkk., 2024), tim peneliti yang sama menginvestigasi kompleksitas struktur vertikal hujan di Sumatra. Dalam artikel singkat ini, akan diulas secara singkat temuan dan implikasi dari penelitian Yusnaini (dkk., 2024).
Segmentasi Geografis dan Karakteristik Curah Hujan
Sumatra memiliki topografi yang beragam, ditandai dengan rangkaian pegunungan (seperti Bukti Barisan) yang berjejer di sebelah barat Sumatera, dataran pantai, dan lautan luas di sebelah barat dan timurnya. Karena penelitian sebelumnya menunjukkan adanya perbedaan karakteristik curah hujan permukaan di berbagai wilayah Sumatra (Marzuki, dkk., 2021, 2022, 2024), Yusnaini dkk. (2024) membagi wilayah penelitian ke dalam segmen-segmen yang berbeda yaitu: Lautan, Pesisir I (pantai barat), Daratan I (barat Bukit Barisan), Daratan II (timur Bukit Barisan), dan Pesisir II (pantai timur). Segmentasi ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi bagaimana variasi tipe presipitasi, intensitas, dan struktur vertikal hujan di setiap wilayah tersebut.
Curah hujan stratiform dan konvektif dalam (deep convective) dominan di daerah Pesisir I, Daratan I, dan Daratan II, dengan hujan konvektif lebih sering terjadi di wilayah pegunungan bagian timur (Daratan II). Sebaliknya, hujan konvektif dangkal (shallow convective) lebih dominan di wilayah laut dan Pesisir I. Temuan ini menunjukkan pengaruh topografi dan jarak dari daratan terhadap jenis dan frekuensi kejadian presipitasi.
Distribusi Vertikal dan Intensitas Curah Hujan
Aspek penting dari studi ini adalah pemeriksaan tinggi rata-rata puncak hujan (rain top height-RTH) di berbagai segmen. RTH cenderung lebih tinggi di Daratan II dan Pesisir II dibandingkan dengan wilayah laut dan Pesisir I. Kenaikan RTH ini berkaitan dengan studi sebelumnya yang menunjukkan intensitas curah hujan yang lebih tinggi di wilayah pegunungan akibat angin orografis dan aktivitas konvektif yang lebih kuat (Marzuki, dkk., 2021, 2022).
Selain itu, studi ini juga mengeksplorasi fenomena presipitasi es berat, yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dari laut menuju daerah pesisir dan daratan (Daratan I, Daratan II, dan Pesisir II). Peningkatan presipitasi es berat mempengaruhi distribusi ukuran butiran hujan (DSD), terutama mempengaruhi pola hujan konvektif dalam (deep convective).
Distribusi Ukuran Butiran Hujan dan Variasi Diurnal
Analisis mendetail terhadap distribusi ukuran butiran hujan (DSD) mengungkapkan perbedaan yang jelas antara DSD di daratan dan laut. Diameter butiran hujan yang lebih besar teramati di Daratan I dan Pesisir I selama sore dan malam hari, bertepatan dengan periode puncak curah hujan. Temuan ini berkaitan dengan profil presipitasi es berat dan profil vertikal kelembaban relatif (RH), menunjukkan interaksi yang kompleks antara kondisi atmosfer, aktivitas konvektif, dan dinamika presipitasi.
Implikasi dan Arah Penelitian Mendatang
Temuan dari studi ini memiliki implikasi signifikan bagi penelitian iklim, meteorologi, dan manajemen lingkungan. Memahami struktur vertikal yang kompleks dari presipitasi di Sumatra berkontribusi pada perbaikan model prediksi cuaca, prediksi perubahan iklim, dan strategi kesiapsiagaan bencana.
Secara keseluruhan, studi tentang struktur vertikal presipitasi di Sumatra yang dilakukan oleh Yusnaini (dkk., 2024) mengungkapkan interaksi yang kompleks antara fitur geografis, kondisi atmosfer, dan pengaruh lautan. Temuan ini menegaskan pentingnya pengamatan satelit seperti GPM dalam mengungkapkan kompleksitas dinamika cuaca dan iklim di Sumatera. Terdapat beberapa hal lain yang perlu digali seperti kaitan struktur vertikal hujan Sumatra dengan dinamika tropis (MJO, ENSO, IOD, dll).
Referensi:
Marzuki, M., Suryanti, K., Yusnaini, H., Tangang, F., Muharsyah, R., Vonnisa, M., & Devianto, D. (2021). Diurnal variation of precipitation from the perspectives of precipitation amount, intensity and duration over Sumatra from rain gauge observations. International Journal of Climatology, 41(8), 4386-4397.
Marzuki, M., Yusnaini, H., Tangang, F., Muharsyah, R., Vonnisa, M., & Harmadi, H. (2022). Land–sea contrast of diurnal cycle characteristics and rain event propagations over Sumatra according to different rain duration and seasons. Atmospheric Research, 270, 106051.
Marzuki, M., Yusnaini, H., Ramadhan, R., Muharsyah, R., Vonnisa, M., Harmadi, H., & Tangang, F. (2024). Diurnal cycle of precipitation over coastal sea and small islands in the eastern region of Sumatra including season and Madden Julian Oscillation signatures. Atmospheric Research, 299, 107180.
Yusnaini, H., Marzuki, M., Ramadhan, R., Ilham, R., Vonnisa, M., & Hashiguchi, H. (2024). Land-sea contrast of vertical structure of precipitation over Sumatra revealed by GPM DPR observations. Atmospheric Research, 107555.