Penulis: Muhammad Nazri Janra, M.Si, M.A.
Dosen Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas
Sebagai negara dengan kekayaan jenis burung yang sangat besar, Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu sorga tujuan para pecinta dan pengamat burung dunia untuk memuaskan mata dalam mengamati organisme vertebrata satu-satunya yang memiliki bulu ini. Apalagi dengan tingkat endemisitas yang juga tinggi, sehingga menjadikan banyak jenis burung endemis tersebut hanya ada di Indonesia sehingga untuk mengamatinya juga harus berarti datang langsung ke negara ini. Selain itu, wilayah Indonesia juga menjadi bagian penting dari jalur migrasi burung dunia ‘East Asian-Australasian Flyway’ sehingga burung-burung migran dari Asia Timur dan Australia akan dapat ditemui pada waktu-waktu tertentu di wilayah Indonesia.
Mengingat burung adalah organisme yang memiliki kemampuan terbang serta adaptasi yang sangat baik dengan berbagai habitat dan wilayah, tidak mengherankan jika burung dapat ditemukan nyaris di seluruh bagian dunia. Tetapi penyebaran dari lebih sepuluh ribu jenis burung yang sampai saat ini sudah diidentifikasi oleh ilmu pengetahuan memang terpusat ke wilayah-wilayah tropis dunia, termasuk Indonesia. Dengan sinar matahari yang nyaris merata diterima sepanjang tahun, maka negara-negara tropis memiliki sumber daya yang jauh lebih besar dan stabil untuk menjamin keberadaan lebih banyak jenis dibandingkan negara-negara empat musim, apalagi yang berada makin dekat ke kutub.
Universitas Andalas, berikut dengan semua elemen yang ada di bawah payungnya, sebenarnya sangat beruntung dengan dibangun dan dibukanya kompleks kampus Limau Manis pada awal 1990-an. Meskipun ditujukan sebagai lokasi estetis untuk menjamin berjalannya proses perkuliahan terpusat yang tenang, dibangunnya kompleks perkuliahan di pinggiran Kota Padang yang menyatu dengan bagian Pegunungan Bukit Barisan ini juga memberikan keuntungan lain. Kawasan kampus ini juga dihuni oleh banyak makhluk hidup lain selain manusia dan sesuai dengan konteks tulisan ini, dihuni oleh beragam jenis burung. Per Juni 2024 ini, tercatat 167 jenis burung yang teridentifikasi dari kawasan kampus Limau Manis ini, setelah jenis elang perut-karat Lophotriorchis kienerii berhasil difoto dari kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) yang berbatasan langsung dengan hutan primer Pegunungan Bukit Barisan di sisi timur kampus.
Pengamatan sekaligus penelitian mengenai burung di kawasan Limau Manis pertama kali dimulai sebagai kegiatan persiapan dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pembangunan kampus itu sendiri. Seiring dengan mulai berfungsinya kompleks kampus sebagai pusat perkuliahan, maka burung sebagai objek penelitian mulai dilirik. Meskipun tidak banyak, tetapi rata-rata terdapat satu atau dua orang mahasiswa yang mengambil tugas akhir (skripsi) dengan topik mengenai burung (ornithologi). Kendala-kendala terkait kurangnya alat pengamatan (teropong), buku panduan identifikasi serta sumber rujukan yang dapat digunakan sebagai bahan dalam penelitian juga terus dapat dilengkapi, sehingga tidak terlalu menjadi kendala lagi bagi yang ingin bergiat di bidang keilmuan ini. Hal ini juga sekaligus berhubungan dengan pemenuhan visi-misi Departemen Biologi, tempat bidang ornithologi ini bernaung, untuk menjadi lembaga yang bereputasi internasional dalam mengkaji, mengembangkan dan menyelamatkan biodiversitas tropika Sumatera.
Jumlah jenis burung di kawasan Limau Manis yang tercatat sampai saat ini diyakini bukanlah angka final. Jika diamati pertambahan jenis yang terjadi dari tahun ke tahun, terlihat belum ada tanda-tanda titik jenuh untuk pencatatan jenis baru dari kawasan ini. Ini mengisyaratkan bahwa bidang ornithologi tetap menjadi hal penting untuk dikedepankan sebagai salah satu bidang keilmuan yang menggawangi tujuan kajian, pengembangan dan pelestarian burung yang merupakan komponen biodiversitas tropis di Sumatera tersebut.
Sementara itu, sehubungan dengan dinamika status Universitas Andalas sendiri yang telah berubah menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH), dengan serangkaian hak Istimewa terutama di bidang finansial, maka keberadaan sekian jenis burung tropis di sekitarnya dapat menjadi aset penting. Ini tentunya jika dihubungkan dengan salah satu benefit keberadaan burung itu sendiri sebagai bagian dari skema wisata alam berbasis kekayaan jenisnya (aviturisme). Konsep wisata ini memang masih belum popular di dalam negeri, akan tetapi di banyak negara luar hal ini telah menjadi pemasukan ekonomi dengan nilai yang tidak sedikit.
Aviturisme sendiri sebenarnya merupakan konsep wisata alam (ekoturisme), tetapi dengan penekanan pada kegiatan melakukan pengamatan dan pengidentifikasian jenis burung yang ada di suatu kawasan. Prinsip-prinsip ekoturisme tetap dilakukan, misal dengan menjaga kondisi daerah kunjungan tetap alami, serta meminimalisir buangan sampah dan polusi yang mungkin timbul dari keberadaan manusia. Sedangkan burung-burung yang menjadi objek fokal diusahakan tidak terganggu dengan keberadaan manusia, misalnya dengan pengamatan jarak jauh menggunakan teropong binocular atau kamera berkemampuan canggih.
Menjual ‘jasa lingkungan’ berupa kekayaan jenis-jenis burung untuk kawasan Limau Manis tidaklah terlalu muluk. Di kawasan ini dapat ditemukan beragam burung rangkong (Bucerotidae), burung kuaw raja (Argusianus argus) yang menjadi mascot provinsi Sumatera Barat, beragam pelatuk, takur, rajaudang, elang dan burung petengger. Ada jenis-jenis yang dapat ditemukan dengan mudah bahkan di dalam Lokasi kompleks kampus, tetapi ada juga jenis yang lebih pemalu dan menghindari kawasan kampus yang terlalu ramai manusianya. Pada masa-masa migrasi burung, yang berlangsung dari bulan September sampai Maret tahun berikutnya, kampus juga dikunjungi oleh burung-burung migran yang mungkin sedikit lebih sulit untuk diamati karena pilihan habitat dan perilakunya yang lebih khas daripada kawasan umum yang mudah diakses di sekitar kawasan kampus. Bagi yang tidak terlalu mementingkan status lindung, endemisitas atau semacamnya dari suatu jenis burung, masih banyak jenis-jenis lain yang meskipun umum tetapi memiliki bulu dan tingkah laku yang menarik untuk diamati.
Dengan gambaran singkat di atas, sepertinya semua hal yang diperlukan untuk menjalankan sebuah usaha ‘aviturisme’ berbasis kampus sudah ada dalam genggaman. Akan tetapi, tentunya diperlukan dukungan dari pihak kampus yang menjadi pemangku kebijakan utama untuk semua hal yang dilakukan di dalam kawasannya.
Sumber Bacaan
M.N. Janra. 2019. Birding backyard: birdwatching in Andalas University. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 327 (1), 012025
M.N. Janra. 2019. Avifauna Limau Manis. Rajawali Pers.